• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAIKU BERTEMAKAN MUSIM DINGIN DALAM BUKU JAPANESE ART AND POETRY (Sebuah Kajian Semiotik) Japanese Art and Poetryという本における冬の俳句 - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HAIKU BERTEMAKAN MUSIM DINGIN DALAM BUKU JAPANESE ART AND POETRY (Sebuah Kajian Semiotik) Japanese Art and Poetryという本における冬の俳句 - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Sumardjo dan Saini (1988:3), sastra adalah ungkapan pribadi manusia

yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam

suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

Hal ini berarti melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan

pandangannya tentang kehidupan yang ada di sekitarnya. Oleh sebab itu,

mengapresiasi karya sastra artinya berusaha menemukan nilai-nilai kehidupan

yang tercermin dalam karya sastra.

Menurut Wellek dan Warren (1989:20-23) karya sastra memiliki ciri

utama, yaitu (1) fiksionalitas, (2) ciptaan, (3) imajinasi, (4) penggunaan bahasa

khas. Fiksionaitas berarti fiksi, rekaan, direka-reka, bukan sesuatu yang nyata,

sesuatu yang dikonstruksikan. Ciptaan berarti diadakan oleh pengarang, sengaja

diciptakan oleh pengarang. Imajinasi berarti imaji, gambaran, penggambaran

tentang sesuatu. Penggunaan bahasa khas berarti penggunaan bahasa yang

berbeda dengan bahasa ilmiah, bahasa percakapan sehari-hari dan mengandung

konotasi atau gaya bahasa. Adapun ciri lain yang dimiliki karya sastra adalah (1)

menimbulkan efek yang mengasingkan, (2) tujuan yang tidak praktis, (3)

(2)

Sastra sejatinya merupakan sebuah karya manusia. Suatu hasil karya sastra

baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila di dalamnya terdapat kesepadanan

antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya

beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembacanya.

Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang

mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai karya seni.

Karya sastra memiliki banyak ragam. Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri

atas 4 bentuk, yaitu prosa, puisi, prosa liris, dan drama. Sedangkan dilihat dari

isinya, sastra terdiri atas 4 macam, yaitu, epik, lirik, didaktif, dan dramatik.

Namun diantara banyak ragam sastra yang ada, puisi merupakan sebuah karya

sastra yang masih cukup populer di zaman sekarang ini. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (dalam Wahyudi, 2013:97) puisi diartikan sebagai ragam sastra

yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan lirik dan bait.

Puisi biasanya berisi tentang ungkapan perasaan dan kritikan penyair tentang

kehidupan sosial dan masyarakat pada era tertentu.

Puisi diartikan sebagai pembangun, pembentuk, atau pembuat karena

memang pada dasarnya dengan mencipta sebuah puisi maka seorang penyair telah

membangun, membuat, atau membentuk sebuah dunia baru, secara lahir maupun

batin (Tjahjono, 1988:50). Jassin (1991:40) mengatakan puisi adalah pengucapan

dengan perasaan.

Dalam menciptakan sebuah puisi penyair mempunyai tujuan yang hendak

(3)

perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami hatinya.

Selain itu juga ia ingin mengekspresikan dengan ekspresi yang dapat

menjelmakan perasaan jiwanya. Untuk itulah harus dipilih kata-kata (diksi) yang

setepat-tepatnya. Dalam memilih kata-kata yang tepat dan untuk menimbulkan

makna serta gambaran yang jelas penyair harus mengerti denotasi dan konotasi

sebuah kata (Pradopo, 1990:58). Hal ini disebabkan karena penyair berbeda dari

penyair dari penyair lainnya (karya sastra lainnya) (Situmorang, 1983:27). Tidak

berbeda jauh dengan diksi, dalam puisi juga ada simbol yang maknanya tidak

terlalu sulit untuk dipahami. Kalau simbol-simbol puisi tersebut tidak jelas, maka

maksud yang akan disampaikan pun juga akan susah dipahami.

Puisi merupakan sebuah karya sastra yang terkenal di dunia. Salah satunya

di Jepang. Puisi Jepang memiliki banyak ragam seperti haiku, tanka dan renga.

Secara khusus, puisi tradisional Jepang ini berisi tentang kehidupan sehari-hari,

cinta dan juga tentang alam. Antara puisi Jepang yang satu dengan puisi Jepang

yang lain memiliki ciri khusus dengan struktur dan susunan atau tata letak yang

beragam pula.

Salah satu puisi Jepang yang cukup terkenal di dunia adalah haiku. Haiku

adalah bentuk puisi paling singkat di dunia yang hanya terdiri atas 17 suku kata

yang terdiri dari 3 matra (baris) yang masing-masing tersusun dari 5,7, dan 5 suku

kata secara berurutan (Encyclopedia of Japan, 1985:78). Haiku mulai berkembang

di Jepang pada pertengahan abad ke-16. Haiku dapat berisi tentang apa saja, tetapi

banyak orang menulis haiku untuk menceritakan tentang alam dan kehidupan

(4)

Singkatnya, sejarah haiku muncul baru pada akhir abad ke-19. Sajak-sajak

yang terkenal dari para empu jaman Edo (1600-1868) seperti Basho, Yosa Buson,

dan Kobayashi Issa seharusnya dilihat sebagai hokku dan harus diletakkan dalam

konteks sejarah haikai meski pada umumnya sajak-sajak mereka itu sekarang

sering dibaca sebagai haiku yang berdiri sendiri. Ada juga yang menyebut hokku

sebagai haiku klasik, dan haiku sebagai haiku modern. Di luar Jepang, terutama di

Barat (mungkin awalnya dari penerjemahan haiku Jepang) haiku mengalami

degradasi dengan absennya beberapa prinsip dasar hokku (haiku klasik). Pola

sajak 17 sukukata itu menjadi tidak ketat diikuti. Akhirnya haiku di barat hanya

tampil sebatas bentuk pendeknya saja.

Haiku tidak memiliki rima/persajakan (rhyme). Haiku "melukis" imaji ke

benak pembaca. Tantangan dalam menulis haiku adalah bagaimana mengirim

telepati pesan/kesan/imaji ke dalam benak pembaca hanya dalam 17 sukukata,

dalam tiga baris saja. Dalam bahasa Jepang, kaidah-kaidah penulisan haiku sudah

pasti dan harus diikuti. Dalam bahasa lain, kadang sulit untuk mengikuti pola ini,

dan biasanya mengikuti aturan-aturan tersendiri sesuai sifat bahasanya.

Haiku bisa mendeskripsikan apa saja, tetapi biasanya berisi hal-hal yang

tidak terlalu rumit untuk dipahami oleh pembaca awam. Bebarapa haiku yang kuat

justru menggambarkan kehidupan keseharian yang dituliskan sedemikian rupa

sehingga dapat memberikan kepada pembaca suatu pengalaman dan sudut

pandang baru/lain dari situasi yang biasa tersebut. Haiku juga mengharuskan

(5)

kuntum bunga (musim semi), sebagai penanda waktu/musim saat haiku tersebut

ditulis. Tentu saja kata-kata penanda musim ini tidak harus selalu jelas-terang.

Bagaimanapun juga, saat ini haiku di tiap-tiap tradisi bahasa mengikuti

aturan-aturannya sendiri sesuai sifat alami bahasa di mana haiku tersebut

dituliskan. Di sinilah tantangan kesulitan, sekaligus kenikmatan menulis haiku.

Bentuk asli haiku sebenarnya berasal dari renga. Haiku adalah puisi Jepang yang

pendek dikarenakan pemotongan atau dalam artian karena adanya pemenggalan

pada kalimat yang sebenarnya memanjang.

Basho adalah seorang penyair Jepang yang terkenal dan yang juga telah

berjasa dalam mengenalkan haiku. Walaupun haiku bertahan hingga saat sekarang

ini, namun orang-orang Jepang lebih menikmati membuat puisi dengan bentuk

modern atau masa kini dibandingkan membuat haiku. Berikut merupakan contoh

haiku karangan Matshuo Basho

古池や(furuike ya/di kolam tua)

蛙飛び込む(kawazu tobikomu/katak melompat masuk)

水のおと(mizu no oto/air berbunyi)

(http://japanlunatic.do.am/index/puisi_jepang/0-283)

Dalam haiku diatas Matshuo Basho menggunakan pemenggal kata (kireji)

jenis ya (や), dan petunjuk musim (kigo) adalah musim panas. Adapun makna dari

haiku diatas adalah tentang keheningan. Dimana air yang tenang ada seekor katak

(6)

Sejalan dengan waktu, struktur haiku mengalami perubahan yang sangat

drastis. Pada abad ke-15 M bentuk asli haiku berubah menjadi sekitar seratus versi

yang masing-masing dari versi tersebut masih memiliki jumlah suku kata yang

spesifik dengan renga. Saat ini haiku terdiri dari 17 suku kata walaupun dengan

struktur yang selalu berubah-ubah di setiap masa. Haiku dapat berisi tentang apa

saja. Tetapi banyak orang menulis haiku untuk menceritakan tentang alam dan

kehidupan sehari-hari. Tiga baris haiku menciptakan rasa yang menggambarkan

emosi dari penyairnya.

Haiku ini akan diteliti mengenai simbol-simbol yang terdapat di dalamnya,

kemudian dilanjutkan dengan pembacaan haiku secara heuristik dan hermeneutik.

Pembacaan heuristik adalah tahapan awal dalam memberikan makna pada sebuah

puisi. Dengan pembacaan heuristik, bahasa yang digunakan puisi berubah menjadi

bahasa biasa dengan menghilangkan hal yang tidak penting serta memfokuskan

penelitian pada inti katanya. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan memberikan

makna sastranya karena pada tahapan awal makna dalam puisi belum bisa

ditafsirkan. Oleh karena itu, puisi harus dibaca ulang dan menafsirkan makna

sastranya (hermeneutik).

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan meneliti puisi dengan

menggunakan analisis simbol serta pembacaan heuristik dan hermeneutik

sehingga dapat mengetahuai makna yang terkandung dalam puisi tersebut.

(7)

dalam puisi tersebut. Penulis akan meneliti puisi jepang yang memiliki pola tetap

yaitu haiku.

Aturan puisi dan kekhasan dari haiku menjadi alasan penulis untuk

meneliti lebih dalam mengenai makna yang terkandung pada setiap baris haiku

dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik. Berdasarkan hal tersebut, maka

penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Haiku Bertemakan Musim

Dingin Dalam Buku Japanese Art and Poetry.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penulis merumuskan masalah

sebagai berikut

1.2.1 Apa saja simbol-simbol yang digunakan dalam menggambarkan

musim dingin pada kumpulan haiku dalam buku Japanese Art and

Poetry?

1.2.2 Apa saja parafrase yang terdapat dalam kumpulan puisi-puisi yang

bertemakan musim dingin dalam buku Japanese Art and Poetry?

1.2.3 Bagaimana diksi yang terdapat dalam kumpulan haiku yang

bertemakan musim dingin dalam buku Japanese Art and Poetry?

1.2.4 Apa saja pesan moral yang terdapat dalam kumpulan haiku yang

(8)

1.3 Tujuan

Tujuan yang diharapkan dari penulis melalui penulisan ini adalah

1.3.1 Apa saja simbol-simbol yang digunakan dalam menggambarkan

musim dingin pada kumpulan haiku dalam buku Japanese Art and Poetry.

1.3.2 Apa saja parafrase dalam kumpulan puisi-puisi yang bertemakan

musim dingin dalam buku Japanese Art and Poetry.

1.3.3 Menjelaskan diksi yang terdapat dalam kumpulan haiku yang

bertemakan musim dingin dalam buku Japanese Art and Poetry.

1.3.4 Apa saja pesan moral yang terdapat dalam kumpulan haiku yang

bertemakan musim dingin dalam buku Japanese Art and Poetry.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini secara teorits diharapkan berguna bagi pembaca

pada umumnya dan mahasiswa Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu

Budaya pada khususnya sehingga menambah pengetahuan penelitian

mengenai analisis simbol, heuristik, dan hermeneutik yang ada di Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Hasil penelitian ini secara teoritis

(9)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberi referensi penelitian menggunakan

metode semiotik yaitu heuristik dan hermeneutik serta analisis simbol

kepada mahasiswa Jurusan Sastra Jepang khususnya di Fakultas Ilmu

Budaya sehingga dapat memudahkan mahasiswa dalam mencari referensi

puisi berbahasa Jepang khususnya kumpulan haiku dalam buku Japanese

Art and Poetry.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini adalah kumpulan haiku yang

bertemakan musim dingin yang terdapat dalam buku Japanese Art and Poetry

yang disusun oleh Judith Path, Michiko Warkentyne, dan Barry Till yang

diterbitkan oleh Pomegranete San Francisco pada tahun 2003.

1.6 Metode Penelitian

Sesuai dengan tema dan permasalahan yang akan dianalisis, maka metode

penelitian yang akan digunakan yaitu metode kajian kepustakaan. Metode

kepustakaan digunakan melalui berbagai sumber, dengan kumpulan haiku

bertemakan musim dingin dalam buku Japanase Art and Poetry sebagai sumber

utama. Pengambilan data melalui internet, buku-buku di perpustakaan Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, dan buku milik pribadi juga dilakukan,

sehingga mendapatkan informasi yang dibutuhkan sebagai sumber data dan

(10)

Dalam upaya menganalisa makna dalam haiku ini penulis akan

menggunakan metode penelitian kualitatif. Selanjutnya analisis data dalam

penelitian ini nantinya akan dipaparkan dalam bentuk kata-kata yang

mengutamakan kedalaman penghayatan interaksi antar konsep yang sedang dikaji.

Metode kualitatif adalah metode yang tidak mengkonversi problema sosial

ke dalam angka, tetapi langsung dinarasikan dalam bentuk penjelasan tentang

fenomena tersebut. Metode kualitatif menurut sifat atau tujuan dilakukannya

dalam penelitian tersebut terdiri atas:

1. Penelitian eksploratif yaitu peneliti yang berupaya untuk mencari,

menggali permasalahan yang ada di masyarakat atau di objek studi yang

masih banyak belum dikenal atau dibahas.

2. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha

menjelaskaan secara mendalam tentang “apa”, tentang sifat dari suatu

problema penelitian yang ditentukan.

3. Penelitian analitis (explanatory), penelitian ini mencoba memecahkan

persoalan atau ketidaktahuan dengan menggunakan daya analisis yang

menggunakan metode logika ilmiah dan cara-cara filosofis untuk

menjelaskan suatu hubungan secara lebih bermaknadan memberikan

pemahaman secara lebih jelas. Dalam hal ini yang dilibatkan adalah

kegiatan berfikir dan berargumen dengan menggunakan logika.

4. Penelitian hermeneutik merupakan penekanan pada suatu penelitian yaitu

upaya untuk memberikan penafsiran terhadap suatu fenomena yang sedang

(11)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yang keempat yaitu

penelitian kualitatif yang bersifat hermeneutik.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam bab 1 pendahuluan, menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang berisi tentang maksud penulisan dan

sasaran yang hendak dicapai, ruang lingkup penelitian, dan metode penelitian

yang berisi tentang cara melakukan serta sistematika penulisan skripsi ini.

Dalam bab 2 Tinjauan pustaka dan landasan teori. Tinjauan pustaka

merupakan tinjauan terhadap hasil penelitian terdahulu dan menunjukkan

orisinilitas sehingga terhindar dari duplikasi. Landasan teori akan dipaparkan

teori-teori dan beberapa pendapat yang akan penulis gunakan untuk mendukung

penelitian dan pendapat para ahli seperti tanda dalam semiotik, simbol, diksi,

haiku, heuristik dan hermeneutik.

Dalam bab 3 Analisis Data, berisikan analisis penulis mengenai

simbol-simbol yang digunakan dalam haiku yang bertemakan musim dingin, diksi yang

terkandung dalam haiku, dan analisis heuristik serta hermeneutik dari haiku

tersebut.

Dalam bab 4 Simpulan dan Saran, penulis akan memberikan simpulan

berdasarkan evaluasi dan dari hasil analisis masalah pada bab sebelumnya. Juga

beberapa saran tentang topik skripsi ini yang diharapkan dapat bermanfaat bagi

(12)

Referensi

Dokumen terkait

c) Dengan mengiktiraf sumbangan golongan religius dalam kehidupan Gereja. Ia adalah perlu untuk menggalakkan panggilan kepada kehidupan religius... Melibatkan semua umat

Penelitian Meidyasari tentang penggunaan komputer dengan sambungan internet pada RT di Jawa Timur menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh adalah domisili,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian empat perlakuan agensi hayati yang berbeda pada tanaman cabai dapat menimbulkan serangan penyakit layu fusarium pada

Dengan demikian, filsafat ordinary language oleh Wittgenstein lebih menekankan pada aspek pragmatik bahasa, yaitu bagaimana penggunaan suatu istilah atau ungkapan

Di saat euforia perayaan hari pangan sedunia yang diperingati pada tanggal 16 Oktober setiap tahunnya, lebih dari 8 ribu keluarga.. petani terancam diusir

Pilihan yang sesuai untuk anak kalimat di atas adalah berbentuk pasif, bisa dengan Verb-3 saja atau menggunakan perfect participle yang berbentuk pasif. KUNCI

Menangani pengoptimalan Sumberdaya Manusia dan Organisasi berperan pula dalam segala hal yang berkaitan dengan pembinaan member baru SEG UNPAD mulai dari persiapan masuknya

Usia pensiun normal bagi peserta ditetapkan 55 (lima puluh lima) tahun, dalam hal pekerja tetap dipekerjakan oleh Pengusaha setelah mencapai usia 55 (lima puluh